“AKU, GURU PENDIDIKAN KHUSUS PROFESIONAL & TERBAIK UNTUK MURID – MURID KU”
Oleh Ayi Kurniasih (2216725)
Ketika muncul kata “aku”, terbersit pertanyaan
siapakah aku sebenarnya? Menjawab pertanyaan tersebut jiwa ini menjawab dengan ragu
aku adalah guru. Keraguan itu muncul dalam benak seorang Ayi Kurniasih yang
ketika ditanya akan pilihan profesinya ia masih mempertanyakan akan jati
dirinya. Apakah betul itu adalah pilihat tepat atau itu adalah pilihan
lingkungan untuknya. Mari kita melakukan melihat mundur kebelakang munculnya
keraguan tersebut. Kita lihat awal dari munculnya pilihan sebagai guru.
Jurusan pendidikan luar biasa adalah pilihan
yang muncul ketika saya hendak melanjutkan studi, dimana saya yang awalnya
berminat pada fisika beralih menjadi pendidik karena usulan orang tua yang
menjelaskan kondisi peluang diterima melalui jalur undangan pada saat itu. Sebuah
jurusan yang pada awalnya saya pun tidak mengetahui akan belajar tentang apa
disana nanti. Setelah nyatakan lolos ditahun 2013 saya resmi menjadi mahasiswa
jurusan Pendidikan luar biasa di Universitas Negeri Jakarta saya tetap
mengikuti tes seleksi untuk masuk sekolah kedinasan, namun tuhan berkehendak
lain dan mungkin ini adalah jalan yang harus dilalui.
Sepanjang perjalanan menjadi mahasiswa banyak
hal yang saya lalui, mulai dari mepelajari perkuliahan di kelas hingga aktif
dalam berorganisasi. Pengalaman yang mengenalkan dan membuat saya dekat dengan
dua Pendidikan luar biasa terjadi di tahun kedua saya berkuliah. Saat itu
Laboratorium Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
yang selanjutnya saya sebut Lab PLB mulai diaktifkan kembali, dan saya mendapat
kesempatan untuk bergabung didalamnya sebagai Co-teacher. Salah satu langkah
awal yang mengenalkan saya keberagaman peserta didik secara langsung. Prinsip dasar
ketika ada peserta didik yang diajarkan oleh dosen saya adalah “ajak aja
main, nanti juga tau mau diapain”, dan saya memahami setelah bermain bersama
anak, (masuk ke dalam dunianya) maka akan menemukan alur kemana anak tersebut
mau diarahkan. Secara tersirat perkataan tersebut menjelaskan bahwa dalam
pembelajaran janganlah kita sebagai guru pusing memikirkan materi apa yang akan
disampaikan. Tapi kita harus berorientasi pada anak, bermain dengannya
membangun kepercayaan dari anak membuat kita dapat mengerti kebutuhan anan dan
potensinya yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran. Dan tidak ada akan
muncul beban dalam diri anak ketika belajar sesuai dengan kebutuhannya. Karena anak
merasa butuh akan pembelajaran tersebut. Kemas pembelajaran semenarik mungkin
gunakan media sebagai penunjang pembelajaran.
Banyak hal yang saya pelajari selama saya
bergabung dalam Lab PLB, namun pengembangan keprofesionalitasan tidak hanya
sekedar sampai situ saja. Saya juga banyak mengikuti pelatihan – pelatihan untuk
mengembangkan kompetensi saya untuk kelak mengajar peserta didik berkebutuhan
khusus. Apakah di dalam perjalanan tersebut tidak ada rintangan? Tentu saja
ada, bahkan membuat saya berfikir untuk berhenti menjadi seorang guru. Hal tersebut
terjadi ketika saya bekerja sebagai guru pendamping untuk peserta didik autis
di sekolah dasar. Selama 1 semester saya mendampingi, orangtua murid tersebut
diakhir mengatakan bahwa anaknya tidak ada perkembangan. Hal tersebut cukup
membuat saya patah arah dan merasa gagal. Apa yang saya usahakan kepada peserta
didik yang sedang dalam kondisi puber untuk membangun pembiasaan sikap di
lingkungan sekolah tak nampak bagi orangtua tersebut. Orang tua hanya focus pada
tuntutan akademik. Kekecewaan itulah yang membuat saya di tahun 2017 mangkir
dari perkuliahan dan bekerja dibidang yang saya senangi yaitu event organizer
dan menjalani hobi saya naik gunung. Waktu berjalan dan tuntutan menyelesaikan
perkuliahan tetap ada, ya tuntutan tersebut tidak hilang begitu saja dengan
perginya saya dari dunia pendidikan luar biasa.
Satu hal yang berhasil membuat saya kembali
menyelesaikan studi adalah perjanjian saya dengan orangtua ketika saya
berangkat melakukan ekspedisi pendakian gunung alpen. Orang tua saya
mengizinkan saya untuk pergi berangkat dengan syarat sepulang dari eropa saya
harus menyelesaikan studi saya. Sebagai informasi sejak awal perkuliahan saya
sudah mandiri, tidak menjadi tanggungan orangtua, hal itu lah yang membuat
orangtua saya sulit menasihati saya untuk menyelesaikan studi.
Sepulang dari ekpedisi ditahun pertengahan
tahun 2018 saya mulai kembali aktifitas perkuliahan dengan bimbingan penyusunan
proposal penelitian. Cukup berat karena saya harus mendamaikan hati saya agar
dapat menulis penelitian dengan pikiran dingin. Dan setelah melalui beberapa
proses saya berhasil maju untuk seminar proposal. Dalam waktu penelitian saya
mengalami kendala yang tidak bisa saya hindari yaitu kondisi nenek saya yang
kurang sehat membuat saya memilih untuk menunda kelulusan, saya tidak menyesali
pilihan tersebut karena itu adalah pergantian tahun terakhir yang saya lewati Bersama
nenek saya.
Sebelum lulus program studi mengadakan
pengabdian masyarakat di kepulauan seribu. Saya dan kawan – kawan mahasiswa
yang terlibat berangkat Bersama dosen melakukan identifikasi dan asesmen di
sekolah yang ada. Banyak hal yang saya pelajari, mulai dari perbedaan budaya,
cara pandang terhadap peserta didik, bagaimana pendekatan yang harus dilakukan
kepada orangtua dengan background culture berbeda dari yang biasa saya hadapi
di Jakarta. Selesai lulus dari program studi Pendidikan luar biasa awalnya saya
masih ragu untuk kembali mengajar. Diawal tahun 2020 saya mendapat kesempatan
untuk mengajar di sebuah sekolah swasta. Perasaan awal yang timbul adalah ragu
apakah saya bisa menjadi guru dan tidak mengecewakaan ekspektasi orang tua.
Kondisi covid membuat saya bertahan mengajar
sebagai guru, kami di tuntut untuk beradaptasi dengan cepat oleh keadaan. Pembelajaran
yang harus tetap dilaksanakan meskipun kondisi secera virtual. Menyiapkan bahan
media yang dapat dikirim untuk memfasilitasi pembelajaran. Menyiapkan materi
ajar secara virtual, dan membuat video pembelajaran yang dapat menunjang
pengulangan pembelajaran secara mandiri oleh orang tua dirumah.
Ditahun 2021 mendapatkan kesempatan untuk terbang
bekerja di pusat layanan autis provinsi Kep. Bangka Belitung. Sebuah pilihan
yang cukup besar karena harus merantau. Perbedaan kultur budaya dan Bahasa awalnya
membuat saya mengalami hambatan dalam komunikasi. Banyak bertanya adalah salah
satu hal yang selalu saya lakukan. Di sana saya mendapat kepercayaan sebagai
guru transisi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembelajaran kelas bakery,
hal tersebut terjadi karena kepala bidang mengetahui saya memiliki sertifikasi
profesi dibidang tersebut. Selama bekerja disana saya tidak hanya menjadi guru
bagi peserta didik, namun juga saya memberikan pelatihan bagi rekan kerja
terkait bakery hal tersebut dilakukan agar kedepannya program ini tetap
berjalan meskipun saya tidak bekerja lagi disana. Dan saya bersyukur sampai
saat ini program tersebut masih berjalan.dari sana juga saya jadi bisa
menggunakan Bahasa setempat.
Ditahun 2022 saya kembali ke Jakarta dan bekerja
sebagai guru pendamping di sekolah negri yang menyelenggarakan Pendidikan inklusi
di wilayah Kota Tanggerang. Disana saya juga mempelajari system Pendidikan inklusi
yang beragam ditiap sekolahnya. Saya juga mengikuti pelatihan yang disediakan
dari dinas Pendidikan terkait pelaksanaan Pendidikan inklusi. Diskusi dengan
guru – guru pendamping lain terkait system yang ada disekolah masing – masing membuat
saya menyadari bahwa belum ada system baku terkait pelaksanaan Pendidikan inklusi.
Bertemu dengan peserta didik baru yang beragam
membuat saya kembali menemukan semangat untuk terus meningkatkan kompetensi
mengajar saya. Awalnya saya berencana untuk melanjutkan studi magister, namun
ketika mendapatkan informasi terkait pembukaan program PPG Prajabatan gel. 2,
saya langsung mencari informasi dan mendaftarkan diri saya. Alhamdulilah saya
lolos menjadi mahasiswa PPG Prajabaran gel 2 di UPI.
Itulah rangkaian cerita bagaimana saya dalam
versi guru terbaik bagi murid – murid ku. Jadi ketika ditanya mengapa keraguan
tersebut masih ada karena saya merasa khawatir bahwa saya belum menjadi yang
terbaik bagi peserta didik dan ekpektasi orangtua. Kekhawatiran tersebut saya
jadikan pengingat dan motivasi untuk saya memberikan yang terbaik. Saya
menyadari bahwa saya adalah calon guru profesional dan yang akan selalu
meningkatkan kompetensi saya. Seperti halnya Pendidikan yang bersifat dinamis,
guru juga harus terus belajar untuk memenuhi kebutuhan Pendidikan yang berubah
seiring zaman. Saya pernah mendengar sebuah kalimat “ketika manusia sudah
berhenti belajar, maka tandanya ia sudah mati”. Itulah bentuk dari belajar
sepanjang hayat yang harus dijalani dalam kehidupan, karena belajar tidak
selamanya ada di bangku sekolah.
Komentar
Posting Komentar